Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) oleh Pemerintah RI menuai kontroversi. Pembubaran ini sebenarnya masih tetap berbentuk " ketentuan politik ", belum " keputusan hukum ". Walau demikian, publik telah menyikapi dengan beragam ekspresi. Ada yang sepakat dan riang gembira dengan pembubaran itu, ada juga yg tidak terima serta menolaknya.

Untuk yang propembubaran, argumennya lantaran HTI adalah salah satunya ormas di Indonesia yang begitu beresiko untuk keberlangsungan berbangsa serta bernegara. Karena " ormas impor " ini sudah meneror bangunan, tatanan, serta fondasi kenegaraan serta kebangsaan Republik Indonesia.


Usaha Negara Amankan Pancasila
Wiranto Jawab Kritik Berkaitan Pembubaran HTI
Sampai kini, HTI benar-benar getol menyuarakan pendirian " Negara Khilafah " sebagai pengganti NKRI, dan menentang Ideologi Pancasila, Konstitusi UUD 1945, dan system demokasi karna mereka anggap sebagai " product kebudayaan " manusia profan dan sekuler, dan sebab itu di anggap jauh dari beberapa etika keagamaan (keislaman) dan harus diganti dengan system politik yang " islami ", yakni system Khilafah.

Disamping itu untuk yang kontrapembubaran argumennya bermacam-macam. Buat pengurus, aktivis, dan simpatisan HTI, pembubaran HTI dipandang berlawanan dengan beberapa etika serta nilai-nilai demokrasi Pancasila yang diyakini di Indonesia, yang menghormati kebebasan berpendapat serta berserikat.

Sikap HTI benar-benar di kenal ambigu : menentang demokrasi karna di anggap sebagai " system kafir yg tidak relijius ", namun ketika berbarengan senantiasa berlindung dibalik " pakaian " demokrasi, bila hadapi permasalahan yg tidak menguntungkannya seperti larangan pengajian, penolakan konvoi, serta puncaknya pembubaran HTI.

Menariknya, tidak cuma beberapa pengurus, aktivis, serta simpatisan HTI saja yg tidak sepakat dengan pembubaran ormas ini. Beberapa kelompok moderat-liberal serta akademik-intelektual juga tidak menyepakati pembubaran ini.

Menurut mereka, pembubaran satu ormas tidak cocok dengan spirit demokrasi yang bertumpu pada filosofi liberalisme serta individualisme, terlebih pembubaran HTI yang sampai kini cuma berwacana saja, tidak lakukan " aksi fisik " berbentuk kekerasan atau makar kekuasaan dengan angkat senjata.

Menurut mereka, bukanlah pemikiran, akan tetapi aksi yang dapat dihukumi.

***

Apakah HTI itu? Banyak yang tidak paham bila HTI yaitu satu " ormas impor ". Ia yaitu cabang dari Hizbut Tahrir, terkadang dimaksud Hizb al-Tahrir al-Islami atau Partai Pembebasan Islam.

Hizbut Tahrir adalah satu gerakan dan partai politik Islamis trans nasional, yang bercita-cita menyatukan semua umat Islam yang tinggal di negara-negara sebagian besar Muslim dari Afrika Utara, Timur Tengah, sampai Asia Tenggara dalam satu wadah politik, dibawah bendera " Kekhalifahan Islam ".

Partai ini awalannya berdiri pada 1953 di Yerusalem. Pendirinya yaitu Taqiyuddin al-Nabhani (1909–1977), seseorang hakim Syariah di Palestina, alumnus Al-Azhar University dan Darul Ulum, Mesir.

Taqiyuddin datang dari suku Bani Nabhan, yang pernah berjaya membangun Dinasti Nabhani (atau Nabahina) di Oman dari 1154–1624, sebelumnya ditumbangkan oleh Dinasti Yaruba.

Karenanya, pendirian Hizbut Tahrir banyaknya pihak diduga sebagai " reinkarnasi " dari Dinasti Nabhani ini.

Beberapa sarjana seperti Matthew Herbert (dalam Hizb ut-Tahrir : Rise of the Virtual Caliphate) atau Reza Pankhurst (dalam Hizb-ut-Tahrir : The Untold History of the Liberation Party) mengira, Hizbut Tahrir merupakan suatu wadah atau medium politik untuk menghidupkan atau membangkitkan kembali sisa-sisa kejayaan masa selanjutnya Kerajaan Nabhani dalam format baru : Khilafah Islam



Taqiyuddin merupakan tokoh sentral dalam Hizbut Tahrir. Posisinya seperti " nabi " serta " rasul " sekaligus di kelompok Hizbut Tahrir dimana tulisan-tulisan, ide, serta wacana sosial-politik-keagamaan yang dilahirkannya, jadi fondasi dan referensi paling utama gerakan parpol ini.


Buku-bukunya yang lalu jadi " bacaan harus " di kelompok pengurus, aktivis, serta simpatisan Hizbut Tahrir di beberapa negara, dipublikasikan oleh al-Khilafah Publications di London, Inggris, yang disebut " markas internasional " kelompok ini.


Taqiyuddin menulis beberapa hal : mengenai demokrasi sebagai hukum kafir, system politik Islam, pemikiran takfiri, diskursus pemimpin thoghut atau tiran, dll.

Taqiyuddin pulalah yang merumuskan konstitusi dalam system Khilafah Islam dan pernak-pernik ketentuan, system, dan mekanisme yang terkait dengan system kekhilafahan.

Kedepannya, sepeninggal Taqiyuddin, pemikiran, gerakan, serta cita-citanya dilanjutkan oleh murid dan rekannya : Abdul Qadim Zallum. Saat ini, " pemimpin besar " Hizbut Tahrir adalah Ata Abu Rastha.

Di Indonesia, awalannya Hizbut Tahrir dikenalkan oleh Abdullah bin Nuh, seorang ulama dan pendidik dari Cianjur, Jawa Barat, yang lalu nantinya dilanjutkan oleh anak-cucu kakaknya Raden Haji Qasim bin Nuh.

Sekitaran 1980-an, Hizbut Tahrir mulai dikenalkan di Indonesia dan cuma memperoleh segelintir pengikut sepanjang berpuluh-puluh th.. Sesudah Presiden Suharto lengser pada 1998, grup ini baru memperoleh simpatisan penting di masyarakat.

Ada beberapa aspek utama dan khusus yang mendorong Taqiyuddin membangun Hizbut Tahrir. Diantaranya, yang paling utama yaitu rubuhnya rezim Turki Usmani pada 1924, yang lalu diganti dengan sekularisme oleh Mustafa Kamal Attaturk, serta perseteruan Arab–Israel pada 1948 yang berbuntut pada keterpurukan golongan Muslim Palestina serta pendirian negara Israel modern.



tidak mengherankan bila Hizbut Tahrir begitu membenci serta anti-pati pada rezim-rezim Arab kontemporer, beberapa produk sekularisme termasuk juga demokrasi, hal-ikhwal yang berbau Yahudi-Israel.

***

Menariknya, walau Hizbut Tahrir mengklaim sebagai gerakan serta partai politik yang bercita-cita membangun system pemerintahan berbasiskan Islam, namun kemunculannya tidak diterima di mana-mana, bahkan juga di negara kelahirannya. Beberapa pendirinya juga berkali-kali dihukum di Yordania.


Negara-negara sebagian besar berpenduduk Muslim seperti Yordania, Arab Saudi, Suriah, Libanon, Tunisia, Mesir, Pakistan, Bangadesh, Libya, Turki, dan negara-negara di Asia Tengah : Kazakhstan, Uzbekistan, Tajikistan, Kyrgysstan, serta Turkmenistan, semuanya melarang Hizbut Tahrir.


Di Malaysia, beberapa ulama yang tergabung di Komite Fatwa Selangor, pernah keluarkan " fatwa haram " pada HTM (Hizbut Tahrir Malaysia) pada 2015.

Mereka berasumsi HTM sebagai golongan " sesat serta menyimpang ", karna sudah menuding beberapa ulama, aparat pemerintah, serta pemimpin Malaysia sebagai kafir karena sudah terima system politik-pemerintahan yang mereka nilai tidak Islami.

HTM juga berasumsi semuanya negara-negara sebagian besar berpenduduk Muslim (termasuk juga Malaysia) sebagai " negara kafir ", karna tidak mengaku system Khilafah. Tahun selanjutnya, instansi ulama Selangor (Selangor Islamic Religious Council) menampik judicial revivew yang diserahkan HTM atas fatwa itu.

Argumen pembubaran, pembekuan, serta larangan Hizbut Tahrir di beberapa negara ini berbagai macam.


Dari argumen politik (karna Hizbut Tahrir membawa misi ideologi politik Khilafah yang punya potensi mendongkel kekuasaan atau pemerintahan yang ada), argumen keamanan (karna Hizbut Tahrir diduga terlibat berbagai kekerasan serta jaringan terorisme global serta regional seperti yang berlangsung di negara-negara Islam pecahan Uni Soviet di Asia Tengah, simak studi Emmanuel Karagiannis, Political Islam in Central Asia : The Challenge of Hizb ut-Tahrir), hingga argumen sosial-kultural-keagamaan (karna Hizbut Tahrir senantiasa mengkambinghitamkan demokrasi serta mengafirkan apa sajakah yang tidak cocok dengan pemikiran, inspirasi, serta wacana yang digagas oleh kelompok Islamis ini).


Menariknya lagi, walau Hizbut Tahrir menampik hal-ikhwal yang berbau Barat, demokrasi serta sekuarisme, mereka justru hidup dan berkembang di beberapa negara yang mereka kutuk serta caci-maki itu seperti Inggris, Amerika Serikat, serta Australia.

***

Saya sendiri menilainya " pembubaran politik " HTI oleh pemerintah RI adalah aksi tepat. Demokrasi bukan hanya bermakna tanpa batas dengan kata lain membiarkan orang-orang seenaknya untuk berekspresi serta berserikat.

Saya sendiri menilainya " pembubaran politik " HTI oleh pemerintah RI adalah aksi tepat. Demokrasi bukan hanya bermakna tanpa batas dengan kata lain membiarkan orang-orang seenaknya untuk berekspresi serta berserikat.

Demokrasi mempunyai beberapa batasan, termasuk harus tunduk dengan system, etika, nilai, ketentuan, serta hukum yang berlaku di suatu negara dan masyarakat. Apalah artinya serta jadinya suatu demokrasi bila dibiarkan berjalan tidak terbatas?

Batasan lain sudah pasti Pancasila. Tidak sama dengan di negara-negara Barat dan yang lain, demokrasi yang diyakini di Indonesia yaitu Demokrasi Pancasila.

Dalam konteks demokrasi Pancasila, orang-orang tentu saja diperbolehkan untuk berpendapat, berkumpul, serta berserikat karna semuanya dijamin oleh Konstitusi UUD 1945. Namun sudah pasti harus dalam bingkai ketentuan dan hukum yang sudah menjadi " perjanjian bersama-sama " di masyarakat.

Dalam konteks Indonesia, ideologi Negara Pancasila serta UUD 1945 harus jadi titik sentral, referensi, dasar, serta fondasi oleh semua elemen orang-orang yang menginginkan berpendapat, berkumpul, serta berserikat tadi.

Argumen lain sudah pasti untuk keutuhan, kelanggengan, serta keberlangsungan Negara Republik Indonesia. Ingat, negara ini didirikan oleh beragam komponen orang-orang dari beragam etnis dan agama, bukan hanya umat Islam saja.

Muslim serta non-Muslim dari beragam etnis serta suku : Jawa, Ambon, Betawi, Minang, Batak, Bali, Manado, Makasar, Aceh, Arab, China, dll, semuanya turut menumpahkan harta, tenaga, dan nyawa untuk kemerdekaan Republik Indonesia.

Mereka jugalah yang turut merumuskan bangunan, fondasi, serta beberapa basic kebangsaan-kenegaraan negara tercinta ini. Oleh sebab itu, jadi keharusan dan tanggung jawab kita berbarengan untuk melindungi dan menjaga " tempat tinggal " yang bernama Indonesia ini.

Visi HTI yang anti-Pancasila, misi HTI yang menginginkan merubah Konstitusi negara, serta maksud HTI yang menginginkan ganti semua system, fondasi, serta bangunan politik-pemerintahan-kenegaraan-kebangsaan ini sudah pasti mesti dihindari, dihentikan, serta dilawan karna punya potensi membuat kekacauan tatanan sosial-politik di orang-orang.

Dalam Hukum Islam, menghindar yang jelek mesti diprioritaskan daripada membuat yang baik. Dalam soal ini, pembubaran politik HTI ditujukan untuk menghindar potensi jelek yang bakal menempa Indonesia di masa yang akan datang. Wallahu a’lam bi shawwab.
Share To:

Post A Comment:

0 comments so far,add yours